ANGGOTA Komisi II DPR, Rezka Oktoberia, berikan kritik terkait kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama tahun 2023. Menurutnya, banyak hal yang perlu dievaluasi oleh KPU, dari program penyelenggaraan Pemilu hingga dugaan pemborosan anggaran oleh KPU.
“Saya menarik membaca evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2023 dari KPU terkait dengan program penyelenggaraan Pemilu. Ada poin sarana dan prasarana sistem pemerintahan berbasis elektronik (atau) SPBE Rp 278 miliar. Anggaran ini sangat besar,” kata Rezka dalam RDP Komisi II dengan KPU dan Bawaslu di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 10 Juni 2024.
Ia menilai anggaran tersebut terlalu besar, apalagi jika di dalamnya terdapat anggaran Sirekap, yang dinilainya merupakan sebuah aplikasi gagal karena menyajikan data berbeda selama Pemilu 2024.
“Dan Sirekap bisa kita sampaikan tidak berhasil hanya berhasil membuat PHP, menyampaikan data-datanya yang sangat berbeda, membuat opini di masyarakat, tapi anggarannya sangat luar biasa Rp 278 miliar,” ucap Rezka.
Terkait hal tersebut, Rezka mengancam KPU untuk tidak diberikan anggaran di tahun 2025. Untuk itu, Rezka meminta KPU untuk segera mengevaluasi kinerjanya.
“Jadi kalau ada pemborosan anggaran, ngapain lagi kita tambahkan anggaran di 2025 ini. Kalau perlu, KPU ini enggak perlu dikasih anggaran lagi, sudah tidak ada yang harus dilakukan lagi di 2025,” kata Rezka.
KPU tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan ketika ditanya soal dugaan pemborosan anggaran. Salah satu hal yang dipertanyakan Rezka adalah soal anggaran mobil dinas dan rumah komisioner KPU yang disebut berlebihan.
“Sementara evaluasi kemarin, dari jawaban yang sudah dibuat tertulis oleh KPU dan Bawaslu, semua normatif. Belum bisa dijawab. Termasuk pertanyaan saya, yang saya pertanyakan terkait mobil dinas dan rumah, itu juga termasuk didalam anggaran,” sambung dia.
Dalam RDP ini, Rezka lantas mempertanyakan salah satu materi KPU tentang anggaran 2025. KPU, sebut Rezka, menuliskan tentang kegiatan persiapan regulasi Pemilu dan Pilkada serentak 2029 yang masuk dalam anggaran 2025.
“KPU memasukkan kegiatannya itu dari sekarang, penyiapan regulasi pemilu dan pilkada serentak tahun 2029. Apa harus dari 2024 kita siapkan 2025? Apa betul itu regulasi yang harus kita siapkan selama 4 tahun?” tanya Rezka.
Lebih jauh, Rezka juga mempertanyakan kepada KPU terkait dugaan penyimpangan belanja perjalanan dinas. Kata Rezka, KPU mencatat belum mengembalikan sisa kelebihan perjalanan dinas sebanyak Rp10,57 miliar.
“Belum dikembalikan ke kas negara. Jadi ini nanti tolong dijelaskan,” ujar Rezka. “Terakhir, terkait honor apakah sudah semuanya, KPU berikan, apa masih ada (yang belum dibayarkan)? Karena saya setiap detik, masuk (keluhan), Pak ketua, Pak Sekjen banyak yang sampaikan ke saya. Jadi sekali lagi saya pengen jawaban, apakah semua honor ini sudah dibayar? Sampai mereka tugas terakhir, atau sampai Maret, April mereka enggak dibayar lagi? Atau gimana? Coba dijelaskan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPU RI, Hasyim Asyari menjelaskan terkait honor yang belum dibayarkan. Ia mengatakan situasi tersebut terjadi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. “Anggaran 2023 itu ada yang kurang 1 bulan, kemudian baru dimasukkan di tahun 2024 sehingga untuk bisa sampai kepada pencairan harus direviu, maka kemudian boleh dikatakan terlambat di antaranya karena baru dianggarkan di 2024 dan harus direviu,” kata Hasyim.