RIYA adalah perilaku yang tidak tulus dalam beribadah. Niatnya dalam berbuat baik memiliki tujuan untuk mendapatkan pujian, pengakuan, serta persetujuan dari orang lain daripada hanya untuk memenuhi kewajiban atau ikhlas kepada Allah SWT.
Perbuatan ini sering dianggap sebagai dosa dalam Islam, karena merusak niat dan tujuan dalam beribadah serta merendahkan nilai ibadah itu sendiri. Riya menciptakan konflik antara tampilan eksternal dan niat sejati seseorang.
Dalam konteks Islam, riya dianggap sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari tindakan ibadah yang benar dan tulus. Orang yang riya biasanya sering membanggakan dirinya sendiri dan sombong serta pamer dalam bersedekah.
Allah SWT mengatakan orang riya sebagai orang yang munafik karena ia tidak ikhlas dalam melakukan kebaikan tersebut.”Bila kita memberi sesuatu tidak perlu memberitahu, atau pamer ke orang-orang, cukup Allah SWT yang tahu atau menyaksikan,”.
Bagaimana Jika Riya Baru Sebatas Niat? Dalam sebuah hadits dikatakan,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya.
Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun ia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika dia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai 10 kebaikan hingga 700 kali lipat sampai kelipatan yang banyak.
Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allah SWT menuliskannya sebagai satu kesalahan.” (HR Bukhari dan Muslim)”
Betapa mulianya Allah, kalau berbuat baik bisa mendapatkan 1,7,100 dan lebih banyak pahala. Tapi kalau niat buruk belum dapat catatan, jika dilakukan hanya dicatat satu kesalahan. Makanya harus segera bertaubat,”. Pamer Sedekah Dapat Menghapus pahala, pamer sedekah ternyata dapat menghapus pahala kebaikan yang kita lakukan.
Hal ini termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 264, Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ ٢٦٤
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir.
Perumpamaannya seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.
“Makanya hati-hati kalau kita memberikan sesuatu. Kalau kalian pamer, diungkit-ungkit, dan tersakiti orang yang menerima sedekah, maka seperti tanah ditaruh di atas batu licin, semua pahalanya akan rontok,”.