KEBANYAKAN orang sepakat kalau Walt Disney Studios adalah rajanya animasi. Dengan fakta bahwa banyak film besutan mereka yang populer, anggapan itu memang nggak berlebihan. Tapi kalau mau sedikit melipir dari kebesaran Disney, tentu ada studio animasi lain yang juga nggak kalah hebatnya. Di Jepang misalnya, ada Studio Ghibli yang bahkan telah diakui lebih baik dari Disney dalam memproduksi animasi klasik.
Tentu saja penilaian baik atau buruk, dan bagus atau nggak bagus adalah perkara selera. Dan selera masing-masing penikmat jelas saja nggak akan sama. Tapi setidaknya ada beberapa hal yang bisa jadi acuan dasar dalam menilai apakah sebuah film menarik untuk ditonton. Yakni eksekusi teknis, cerita dan karakter yang menarik, serta keindahan visual.
Berikut Hipwee Hiburan juga ingin merekomendasikan film animasi terbaik selain produk Disney yang bisa jadi pilihan tontonan.
1. Wizards
Sebagai seorang animator, Ralph Bakshi terbilang cukup kontroversial karena karya-karyanya berorientasi pada hal-hal berbau dewasa. Coonskin and Fritz the Cat adalah film animasi pertamanya yang mendapatkan rating dewasa. Tapi di samping sisi kontroversi, Bakshi adalah pendongeng ulung sekaligus animator unik dengan teknik rotoscoping-nya.
Salah satu film animasi terbaiknya berjudul Wizards yang bercerita tentang dua saudara yang masing-masing mewakili kejahatan dan kebaikan, dengan latar jutaan tahun setelah dunia hancur dan umat manusia bermutasi jadi monster. Ia menyebut film ini punya pesan tersirat tentang penciptaan Israel setelah Holocaust dengan latar belakang kebangkitan fasisme. Beuh, berat!
2. The Secret of NIMH
Masih ada kaitannya dengan si raja animasi, film The Secret of NIMH ini adalah hasil tangan Don Bluth dan Gary Goldman beserta 14 animator lain yang minggat dari Disney untuk bikin studio animasi sendiri.
Diadaptasi dari buku berjudul “Mrs. Frisby and the Rats of N.I.M.H”, film ini cenderung lebih kelam daripada kebanyakan karya Disney pada saat itu, dengan mengangkat kisah tentang pemusnahan massal, obat-obatan, predasi, pneumonia mematikan, kematian dan sihir.
Film besutan tahun 1982 ini sempat pula menyabet penghargaan di ajang Saturn Award untuk nominasi film animasi terbaik.
3. The Last Unicorn (1982)
The Last Unicorn adalah film besutan Ranking/Bass Productions yang merupakan salah satu pelopor animasi awal 80an. Diduga, film ini nggak banyak ditonton oleh orang-orang di masanya, karena dirilis dalam versi VHS secara terbatas. Selain itu, film ini juga cenderung dikenal sebagai film anak-anak.
Padahal secara cerita, film ini malah lebih cocok ditonton orang dewasa ketimbang anak-anak yang hanya akan merasa ketakutan. Film ini bercerita tentang unicorn terakhir yang melakukan pencarian tentang nasib unicorn lain di belahan dunia, namun selanjutnya mengantar pada petualangan-petualangan berbahaya.
4.When the wind blows (1986)Last Unicorn
Film animasi memang nggak melulu bercerita tentang anak-anak. Tapi meski begitu, yang membahas tentang perang nuklir juga jarang. Film besutan sutradara Jimmy T. Murakami ini jadi salah satunya. Diadaptasi dari novel grafis berjudul sama, film ini dieksekusi menggunakan dua teknik animasi yang berbeda.
Semua karakter dalam When the Wind Blows digambar manual dengan tangan, sementara bagian lainnya terdiri dari objek nyata yang dianimasikan melalui teknik stop-motion. Eksekusi yang unik tersebut membuat film ini jadi menarik ditonton meski jalan ceritanya membahas ketakutan orang-orang di tahun 80an akan perang nuklir.
5. Grave of the Fireflies (1988)
Nah, ini dia film besutan Studio Ghibli dari sutradara Isao Takahata. Kalau kamu ngulik tentang studio ini di Google, semua filmnya nyaris menduduki peringkat atas animasi terbaik. Bahkan sejak film pertamanya berjudul Castle in the Sky mereka sudah dapat pengakuan.
Tapi dari sekian banyak karya hebat Ghibli, Grave of the Fireflies bisa dinobatkan sebagai film animasi terbaik yang pernah ada, sekaligus film paling sedih yang harus ditonton.
Film ini bercerita tentang seorang anak laki-laki dan adik perempuannya yang selamat dari bom Tokyo selama Perang Dunia II, lalu melanjutkan hidup sebagai yatim piatu di sebuah negara yang sedang dilanda perang. Untuk pengalaman visual yang dihadirkan Takahaka sebaiknya kamu nonton sendiri saja. Dijamin terpukau!