KUTORA.ID, Jakarta – Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS. Aturan ini menjadi langkah konkret untuk melindungi anak-anak dari ancaman dunia digital.
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Fifi Aleyda Yahya, menegaskan bahwa PP TUNAS bukan sekadar regulasi, tetapi fondasi penting dalam kebijakan perlindungan anak secara nasional.
“Kami mendorong semua platform digital menghadirkan fitur keamanan yang ramah pengguna, seperti klasifikasi usia dan kontrol orang tua. Ini bukan pelengkap, tapi komponen utama dalam perlindungan anak,” ujar Fifi saat menghadiri acara Membangun Keluarga Digital di Era Streaming yang digelar di Jakarta, Selasa 5 Agustus 2025.
Dalam PP TUNAS, seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) diwajibkan menyediakan:
- Fitur parental control yang efektif dan mudah digunakan,
- Pengaturan privasi tinggi secara otomatis untuk akun anak,
- Larangan pelacakan lokasi serta profiling data anak untuk kepentingan komersial.
Fifi juga mengapresiasi langkah platform seperti Netflix, yang dinilai telah proaktif dalam menyediakan fitur perlindungan anak melalui sistem klasifikasi usia dan kontrol akses untuk orang tua.
“Dengan fitur seperti itu, orang tua bisa lebih tenang karena anak-anak mereka menjelajahi ruang digital yang lebih aman,” jelasnya.
PP TUNAS hadir di tengah meningkatnya ancaman digital terhadap anak di Indonesia. Data dari NCMEC (National Center for Missing & Exploited Children) menempatkan Indonesia sebagai negara keempat dengan kasus pornografi anak terbanyak di dunia.
Sementara laporan UNICEF menyebut 89% anak Indonesia aktif di internet rata-rata 5,4 jam per hari, dan hampir 50% dari mereka terpapar konten seksual.
Komdigi mencatat, dari akhir 2024 hingga pertengahan 2025, pihaknya telah menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500 ribu konten pornografi.
Dalam mengatasi masalah ini, pemerintah mendorong pendekatan tiga pilar utama: regulasi, edukasi, dan kolaborasi lintas sektor.
“Anak-anak hidup di era digital di mana layar bisa menjadi guru, teman, sekaligus tempat bermain. Oleh karena itu, platform seperti Netflix harus menjadi ruang yang aman, mendidik, dan inklusif,” tutup Fifi.