ANGGOTA Komisi X DPR RI, Anita Jacoba Gah, menyoroti kinerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam Rapat Kerja bersama Menteri Nadiem Makarim saat membahas RKA-K/L dan RKP K/L Tahun 2025, di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 5 Juni 2024.
Disampaikan Mendikbudristek, bahwa alokasi Pagu Indikatif Belanja K/L Kemendikbudristek RI TA 2025 sebesar Rp83.187.821.056.000, atau turun sekitar 15 Triliun dari Tahun 2024. Karenanya, Mendikbud mengusulan tambahan sebesar anggaran Rp25.013.159.081.000.
Menanggapi permintaan penambahan anggaran tersebut, Anita meminta Kemendikbudristek melakukan intropeksi terlebih dahulu, khususnya dalam mengelola anggaran.
“Jangan terperangkap dalam kesedihan karena pengurangan anggaran. Sebaliknya, kita harus bertanya apakah dana yang sudah diberikan selama ini telah dikelola dengan baik atau tidak,” katanya.
Anita menilai Nadiem dan jajarannya tidak memanfaatkan anggaran besar yang tersedia dengan baik karena masih banyak ditemukan masalah. Anita pun menyampaikan temuan masalah pendidikan di daerah pemilihannya, Dapil NTT II.
“Karena sampai hari ini, Pak Menteri, berulang kali saya katakan bahwa masih banyak persoalan terhadap realisasi anggaran dan penyerapan APBN ke daerah. Di antaranya, adalah persoalan guru PPPK yang sudah lolos seleksi namun belum menerima SK, guru-guru di Kupang yang belum menerima tunjangan, serta bangunan sekolah yang rusak dan terbengkalai meskipun anggaran telah dialokasikan sejak tahun 2021,” ujar Anita.
“Kalau bicara plafon digital, mana keadilan untuk daerah 3T. Enak daerah yang ada internet, kita yang (berada di daerah) 3T dibiarkan begitu saja. Mana keadilan sosial bagi seluruh (rakyat) Indonesia, Pak Menteri. Saya sangat kecewa,” tambah Politisi Fraksi Partai Demokrat itu.
Kemudian, Anita mengomentari pengelolaan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang menjadi perhatian KPK. “Masukan kami tak pernah didengar ya kan? Akhirnya sekarang KPK memberikan rekomendasi baru seakan-akan Kemendikbud kebakaran jenggot,” tegas Anita.
Di sisi lain, ia juga mengecam adanya Peraturan Sekjen Kemendikbudristek yang menyebutkan bahwa rekomendasi dan temuan dari DPR akan ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan. Menurutnya, usulan wakil rakyat sebagai lembaga tinggi negara tidak seharusnya diverifikasi oleh dinas di tingkat daerah.
“Jadi kalau mau diverifikasi, harusnya kementerian melakukan verifikasi terhadap dinas. Lalu dinas melakukan verifikasi terhadap sekolah. Hasil verifikasi itu baru diberikan kepada kami. Itu jangan dibolak-balik,” ungkapnya.
Karena itu, ia meminta jajaran Kemendikbudristek untuk mau turun ke lapangan dan tidak hanya mendengar penjelasan dari para kepala dinas pendidikan di daerah tetapi harus langsung ke penerima PIP.
“Kalau anda hanya turun di dinas, semuanya akan bagus. Tapi coba turun ke rakyat, turun ke orang tua (penerima PIP), kalau tidak orang tua itu punya air mata. Omong kosong. Nama ada, SK ada, uang nol, sampai hari ini,” tutupnya.